Ketenangan itu menghadirkan sunyi. Hidup sebagai bagian dari berbagai perjamuan cerita dan kisah. Ia selalu berjalan menyusuri ruang dan lorongnya masing-masing. Difabel adalah bagian dari orkestra kisah tersebut. Kisah bunga-bunga dandelion yang lepas. Terhempas. Tak berbekas. Intelektual sebatas mengkritik. Bukan aksi. Lalu, seperti Malioboro, ia tetap diam. Yang ramai adalah lalu-lalang.
Lalu, apakah yang dapat difapedia tuturkan dari semua itu?
Arti Sebuah Papan Nama
Kita tahu, bahwa papan nama dengan huruf Jawa itu sangatlah identik. Ia tak melambangkan sebuah nama jalan menuju perjumpaan yang rahasia. Barangkali, ia sebatas mengantarkan kita pada perjumpaan yang tak pernah usai. Ia adalah sesuatu yang ikonik. Tanpanya, ruh itu tiada. Jika kau berkunjung ke Yogya, tanpa menyempatkan untuk bersandar di depannya, jiwa dan ruhmu tak menyatu dalam cerita. Seperti halnya kisah tentang kita, tentang manusia, seringkali ia sebatas nama yang tertera. Terpajang begitu indahnya. Selebihnya? Tak lebih sekadar ikon semata…
Lalu-Lalang adalah Keramaian yang Terpinggirkan
Seperti halnya sebuah pengembaraan bumi yang selama ini disaksikan semesta. Lalu-lalang manusia adalah isyarat seberapa jauh pengembaraan terhadap bumi itu mendekap manusia. Sayangnya, ia sebatas mempertontonkan keramaian semata. Ganjaran dari setiap aktifitas manusia adalah puncak dari keramaian. Padahal, ada sesuatu yang terpinggirkan dari balik keramaian itu.
Kita disibukkan pada bagaimana membentuk nama kita. Terlalu gaduh siang-malam hanya untuk mengurusi tetek-bengek dan remeh-temeh. Hingga pada akhirnya, sesuatu yang seharusnya menjadi ruh perjuangan itu lepas. Terhempas begitu saja. Terpinggirkan hingga muara..
Puncak Keramaian adalah Saat Senja Menghilang dan Malam Bertandang
Setiap manusia tak ada yang pernah memilih untuk mengukir prasastinya sendiri. Ia sudah ditakdirkan oleh semesta. Manusianya. Kotanya. Dan keramiannya. Seperti halnya kisah cinta kita yang tak pernah dipersatukan dalam secarik kertas undangan yang sama. Menjadi berbeda adalah bagian dari menelusuri perjumpaan lalu-lalang nasib pada watasnya. Seperti Malioboro, saat senja menjelang hilang, lalu-lalang mulai menebarkan takdirnya. Saat malam mencapai puncaknya, ia semakin menggila. Bukankah demikian, dears?
Jika Lelah, Angkringan adalah Tempat Kita Melepas Lelah
Sederhana. Satu kata itulah yang mungkin menggambarkannya. Adakalanya kita perlu rehat sejenak. Sebelum menggali kisah lagi tentang kita. Bagaimanapun, melepas lelah dengan secangkir kopi, memberi kita peluang untuk berbicara dari hati ke hati. Menyusun kembali bagaimana kita membangun kisah dan cerita. Dan menajamkannya. Bukan lagi sebatas wacana yang melayang-layang. Tak tentu arah. Bukannya itulah yang membuat kita lelah?
Bagaimanapun, Jangan Pernah Berhenti untuk Berubah
Memang, tidak mudah untuk melangkah. Tapi, jangan pernah lelah untuk berubah. Hari ini, mungkin kita masih berjalan di jalan persimpangan. Ke depan, mungkin kita bisa bersatu lagi. Meski dengan jalannya masing-masing. Tak mengapa. Karena bagiku, yang penting engkau masih berjuang untuk hal yang sama. Menggali kisah tentang kita. Biarlah Malioboro menjadi saksi perjumpaan kita.
Leave a Reply