Banyak bukti dan fakta di lapangan bahwa difabel mampu dan berhasil menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Salah satunya Angkie Yudistia, Staff Khusus Presiden yang merupakan difabel rungu. Meskipun statusnya sebagai difabel, ia mampu bersaing dengan mendobrak perprektif kebanyakan orang tentang difabel. Kehilangan pendengaran bukan alasan untuk dapat meremehkan kemampuannya. Contoh keberhasilan Angkie justru dapat menjadi salah satu landasan tentang perlunya kebijakan layanan difabel di perguruan tinggi.
Jaminan Akomodasi Layak dari Pemerintah?

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani PP No 13 Tahun 2020 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik difabel. Dikeluarkannya kebijakan tersebut merupakan bentuk implementasi ketentuan pasal 42 ayat 8 dan pasal 43 ayat 2 serta ayat 4 dalam UU No 8 Tahun 2016 yang membahas tentang kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah memfasilitasi lembaga penyelenggara pendidikan. Apakah faktanya sudah menyediakan akomodasi yang kayak?
Nggak Sekadar Kebijakan di atas Kertas

Tentu kebijakan tersebut disambut baik oleh publik, utamanya aktivis difabel. Termasuk beberapa civitas difabel di perguruan tinggi. Pertanyaannya, apakah peraturan tersebut bakal sebatas tulisan di atas kertas?
Kita bisa merujuk pada Permendiknas No 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan dan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi yang hingga kini belum sepenuhnya dimplementasi secara baik.
Nggak ada salahnya dong ya, pemerintah untuk nggak memberikan harapan palsu bagi difabel. Padahal dengan sedikit dukungan dengan memberikan fasilitas dan layanan inklusi di perguruan tinggi berarti kita sadar serta peduli bahwa mereka juga termasuk sumber daya penunjang pertumbuhan ekonomi negara.
Kesenjangan

Kesenjangan yang terbentuk di masyarakat bukan karena adanya penyandang disabilitas tapi karena masyarakat belum siap dan berani untuk mengakui potensi yang mereka miliki. Maka dari itu, memberikan pendidikan inklusi sangat perlu ditanamkan kepada semua elemen masyarakat agar rakyat mulai berbenah.
Akomodasi yang Layak di Perguruan Tinggi

Melalui pemberian akomodasi yang layak, dunia pendidikan membantu menciptakan lingkungan kampus yang ramah bagi penyandang disabilitas. Misalnya, menyediakan fasilitas fisik berupa jalur untuk disabilitas, kursi roda untuk disabilitas daksa, ramp, toilet, perpustakaan disabilitas hingga tempat ibadah ramah disabilitas. Pengembangan ini diharapkan dapat memberikan ruang aman dan nyaman bagi disabilitas di lingkungan kampus
Keterlibatan Semua Komponen

Selain itu, pihak kampus dan segala komponen di dalamnya ikut andil memberikan kesempatan bagi mereka menjalankan aktivitas perkuliahannya. Dengan kata lain, semua civitas akademika harus bisa terlibat di dalamnya. Mulai dari rektorat, dosen, karyawan, satpam, hingga tukang kantin. Jangan lupa tukang kebunnya juga untuk diedukasi yah. Siapa tahu ada pohon atau taman yang membahayakan mahasiswa difabel.
Dampak Sistemik

Dengan menumbuhkan sedikit demi sedikit kepedulian melalui layanan inklusi di perguruan tinggi bukan tidak mungkin di masa depan penyamarataan dapat dirasakan. Nggak cuma di dunia pendidikan, namun akan muncul pada semua aspek tatanan kehidupan. So, kita harus percaya, dengan membuka keran di perguruan tinggi, harapannya dapat memiliki dampak sistemik di sektor lain. Yah, siapa tahu sih..
Yeni Ana Redita, Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta
*Tulisan ini merupakan opini dari pembaca. Segala konsekuensi dan tanggung jawab ada pad diri penulis sepenuhnya. Difapedia sebatas mempublikasikannya. Jika teman-teman pengin tulisannya dimuat di difapedia.com bisa mengirimkannya di redaksi.difapedia@gmail.com
Leave a Reply