Dalam tataran kebangsaan, kita nggak asing dengan KH Abdurrahman Wahid. Lebih bekennya debgan sebutan Gus Dur. Bisa dikatakan beliau sosok yang multitalenta. Nggak sekadar sebagai ulama atau kyai. Tetapi juga dalam ranah lain. Salah satun hal yang membuat beliau berbeda adalah statusnya sebagai difabel.
Tindak-tanduknya memang terkadang kontroversial. Bahkan terkesan susah dinalar. Meskipun demikian, seringkali apa yang nggak bisa diterima nalar pada masanya tiba-tiba muncul sebagai sesuatu yang masuk di logika pasca beliau wafat. Ajaib…
1. Sebagai Kutu Buku

Sudah nggak lagi rahasia jika Gus Dur adalah sosok yang kutu buku. Bacaan-bacaannya sudah terhitung berat sejak beliau masih muda. Mulai dari filsafat, politik, sosial, hingga hukum. Nggak cuma baca kitab kuning saja lho. Nggak heran jika pola pikir beliau sangat luas daripada teman-teman sebayanya.
Baca Juga: 6 Hal Tentang Helen Keller , Kartini Pendobrak Pendidikan bagi Difabel
2. Menjadi Difabel Netra

Gus Dur mengidap penyakit Glukoma. Ditambah dengan hobi membaca ia sudah menggunakan kacamata besar sejak usia muda. Hal ini semakin parah saat usia beliau menginjak sekitar 35 tahun. Kedua matanya sudah nggak berfungsi lagi.
3. Menjadi Difabel Netra bukan Berarti Nggak Produktif

Hobi membaca membuat Gus Dur produktif menulis sejak usia muda. Dan hal tersebut nggak berhenti sekalipun beliau mengalami Difabel Netra. Tulisan-tulisam beliau sering nongol di media massa, misalnya Kompas, Tempo, Media Indonesia, dan lain-lainnya. Bukti bahwa difabel bukanlah halangan untuk produktif, kan?
4. Mencetak Sejarah

Tonggak sejarah tercipta manakala beliau menduduki jabatan presiden. Pemilu pertama pasca reformasi menerapkan pemilihan presiden dan wakil presiden oleh anggota DPR. Beliau muncul sebagai pemenang sekaligus menciptakan tinta yang harum. Akankan sejarah akan berulang sebagaimana adigium yang sudah sering kita dengar? Semoga yah…
5. Diberhentikan Lewat Sidang Istimewa MPR

Sayangnya, Gus Dur nggak bisa menyelesaikan jabatannya hingga paripurna. Beliau dilengserkan lewat Sidang Istimewa (SI) MPR yang dipimpin Ketua MPR waktu itu, Amin Rais. Dengan tuduhan terlibat Bullogatte dan Burneigate. Sebuah tuduhan yang hingga kini belum terbukti.
Baca Juga: Kisah Muhammad Baihaqi: Difabel dan Sepucuk Catatan Kelam Dunia CPNS
6. Gagal Mencalonkan Lagi karena dianggap Nggak Sehat Jasmani dan Rohani

Siapa sangka, stigma dan diskriminasi kepada difabel nggak cuma terjadi pada kalangan bawah. Gus Dur yang notabene termasuk kalangan elit pun mengalaminya. Saat hendak mencalonkan diri lagi sebagai Calon Presiden, beliau digugurkan dikarenakan difabel. Dengan kondisi yang difabel ia dianggap nggak sehat jasmani dan rohani. Nah, bukankah akhir-akhir ini masih muncul kasus difabel yang digugurkan dalam rekrutmen pekerjaan, termasuk CPNS, karena dianggap nggak sehat jasmani dan rohani?
Lalu sampai kapan? Bukankah sosok Gus Dur sudah menjadi bukti bahwa difabel sanggup mengambil peran kunci dalam ruang-ruang sosial di masyarakat? Bukankah beliau selama ini dikenal sebagai Bapak Bangsa? Atau sebagai Bapak Difabel?
Ia mengayomi semuanya..
Leave a Reply