Munculnya Covid-19 memunculkan adanya tuntutan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Istilah yang dipakai secara resmi di Indonesia adalah Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). AKB ini bertujuan untuk tetap bisa beraktifitas di tengah pandemi Covid-19 akan tetapi dengan tetap menjaga protokol kesehatan yang ada. Meskipun demikian, harus dipahami semuanya terjadi jika aktifitas di luar merupakan suatu hal yang nggak bisa dihindari. Nah, jika nggak ada keperluan yang penting baiknya kita nggak usah keluar rumah ya, guys.
Salah satu bentuk AKB yang kini mengemuka adalah pembelajaran secara online dan webinar yang tiap hari bermunculan. Dari ratusan, bahkan ribuan webinar nggak sedikit adanya gugatan dari aktifis yang bergiat di isu difabel terkait ketiadaan akses bagi difabel. Termasuk di dalamnya pembelajaran yang dilakukan secara online.
Bagaimana sih memfasilitasi difabel dalam webinar dan pembelajaran online?
1. Pahami Kebutuhan Ragam Difabel

Hal pertama yang harus menjadi catatan adalah kenyataan bahwa ada banyak ragam difabel di masyarakat. Mereka memiliki kebtuhan yang berbeda tergantung dengan keragaman difabel yang melekat padanya. Difabel Netra tentu saja berbesa kebutuhannya dengan Difabel Rungu. Hal yang sama dengan Difabel Mental yang nggak akan sama kebutuhannya dengan Difabel Daksa. Memahami kebutuhan terkait ragam difabel memiliki harapan agar mereka bisa menikmati hak-haknya untuk mengakses fasilitas yang ada secara maksimal.
2. Bahasa Isyarat

Kebutuhan akan Bahasa Isyarat ini sangat dominan pada Difabel Rungu yang selama ini menggunakan Bahasa Isyarat dalam proses komunikasi mereka. Banyak dari mereka menggunakan istilah “Tuli” untuk menyebut diri mereka sendiri. Untuk mendapatkan penerjemah Bahasa Isyarat sudah nggak terlalu sulit kok. Kalian bisa menghubungi individu atau organisasi yang berkecimpung di dalamnya. Misalnya, Gerkatin maupun Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang ada di beberapa daerah di Indonesia.
3. Closed Caption

Closed caption merupakan teks yang sangat membantu bagi Difabel Rungu, terutama mereka yang belum terbiasa dengan bahasa isyarat. Selain itu, juga sangat bermanfaat bagi yang menggunakan Bahasa Isyarat, dikarenakan nggak semua bahasa lisan sudah terakomodir dalam Bahasa Isyarat, terutama untuk kata-kata baru atau yang serapan dari bahasa asing. Closed caption biasanya muncul pada aplikasi yang sering dipakai, yakni Zoom. Untuk mengoperasikannya harus ada petugas ketik (typist) yang menuliskan pembicaran atau audio yang sedang beroperasi. Oleh karena itu, closed caption dalam zoom sangat bergantung pada typist. Sedangkan pada Google Meet, hingga tulisan ini dibuat closed caption hanya bisa muncul secara otomatis dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, Google Meet kurang maksimal dalam hal aksesibilitas dipakai di Indonesia dibandingkan dengan Zoom. Jika mengguakan Google Meet dalam Bahasa Indonesia harus mengetik manual di kolom chat.
4. Audio

Sebagai Difabel Netra, mereka mengalami hambatan dalam visual. Oleh karena itu, mereka hanya bisa mengandalkan yang berbasis audio. Diperlukan kesadaran dari berbagai pihak dalam memfasilitasi pembelajaran online bagi difabel netra. Harus ada materi yang bisa terbaca screen reader yang mentransliterasi teks ke dalam bentuk audio. Selain itu, dalam proses pembelajaran online maupun webinar, jika terdapat gambar yang masuk ke dalam materi harus ada deskripsi detail dalam bentuk audio.
5. Gambar

Sebagian besar difabel mental dan intelektual menyukai gambar-gambar. Bahkan, di beberapa sekolah yang terdapat siswa dengan difabel mental dan intelektual cenderung lebih dominan pembelajaran memanfaatkan gambar atau visual. Oleh karena itu dalam pembelajaran online maupun webinar yang mewadahi difabel mental dan intelektual diupayakan nggak terlalu banyak dalam bentuk teks atau ceramah. Dikarenakan hal tersebut akan membuat difabel mental dan intelektual membutuhkan kekuatan ekstra dang nggak maksimal.
6. Alokasi Waktu

Untuk Difabel fisik, utamanya difabel fisik bagian atas, seringkali membutuhkan waktu yang lebih untuk melakukan mobilitasnya. Hal ini dikarenakan sebagai difabel fisik bagian atas, tangan mereka mengalami hambatan dalam pergerakannya. Oleh karena itu, diperlukan alokasi waktu khusus bagi mereka. Selain itu, difabel wicara juga harus mendapat perhatian khusus. Mereka yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi atau berbicara, memerlukan waktu tersendiri untuk mengutarakan pendapat, menjawab pertanyaan, maupun keaktifan berdiskusi.
Kita percaya, bahwa semua manusia memiliki hak yang sama untuk mengakses fasilitas yang ada. Meskipun demikian, seringkali difabel nggak terjangkau secara maksimal. Hal ini disebabkan selain minimnya kesadaran akan hak-hak difabel, juga belum meratanya effort dalam memfasilitasi mereka. Harapan difapedia, kelak semoga kita nggak meneruskan kultur yang demikian. Salam Inklusif
Leave a Reply